Al-HAQ adalah CAHAYA

Berkata Yazid ibnu Amiir, ‘Mu’adz bin Jabal setiap kali duduk di majelis ilmu, beliau selalu menasehati dan mengingatkan murid-muridnya :

“Alloh itu Maha Bijaksana dan Maha Adil, binasalah orang-orang yang ragu (bingung dan bimbang). Hati-hati kalian dari kesesatan (kesalahan atau kekeliruannya) seorang ‘Alim. Hati-hati kalian, dimana Syaithon akan mengucapkan kesesatan melalui lisan yang dianggap ‘Alim tsb. Dan bisa pula seorang Munafik berkata benar (Al-Haq) yang keluar dari lisannya.”

Aku (Yazid Ibn Amiir) bertanya kepada Mu’adz :
‘Bagaimana aku tahu wahai Mu’adz -semoga Alloh merahmatimu- , bagaimana aku bisa membedakan seorang ‘Alim yang mungkin keluar dari lisannya kalimat dholal yang merupakan kalimat syaithon. Bagaimana pula aku tahu bahwa yang Munafik ini berkata Haq ?’

Berkata Mu’adz : “Jauhi olehmu ucapan seorang ‘Alim yang rancu, yang samar. Dan apabila seseorang mendengar ucapan itu, dia akan berkata ‘apa ini?’ ‘bagaimana fulan bisa berkata seperti ini?’ Dan jangan kamu terhalangi untuk tetap mengambil ilmu darinya. Maka sesungguhnya orang yang ‘Alim itu akan kembali kepada Al-Haq. Terimalah kebenaran itu ketika kamu mendengarnya. Sesungguhnya kebenaran itu adalah cahaya.” [HR. Abu Dawud dan selainnya]

Subhanalloh…atsar diatas menunjukkan perhatian dan semangatnya para tabi’in sebagai a’immatu salaf untuk menyelamatkan agama mereka dan menyelamatkan diri mereka. Sehingga mereka bertanya apa yang tidak mereka pahami.

Pokok inilah yang diajarkan oleh Mu’adz dan itu pula yang diajarkan oleh para Ulama serta Masyaikh kita. “Seorang hakim/’Alim yang melakukan kesalahan, selama dia itu AHLUSSUNNAH , dia berpijak diatas pondasi Sunnah, ma’ruf aqidahnya Sunnah, ma’ruf manhajnya Sunnah, wala’nya kepada sunnah dan Ahlussunnah, kalaupun keluar darinya kesesatan dan kesalahan, jangan sampai kamu tinggalkan dia, jangan sampai kamu terhalang darinya untuk mendapatkan ilmu darinya dan belajar darinya.”

Ini merupakan bantahan tegas pada hadadiyin dan yang segaris dengan mereka. Mereka meng-klaim diri lebih cemburu kepada sunnah, lebih cemburu kepada kebenaran. Namun nyatanya mereka salah dalam mendudukkan ketergelinciran yang ada pada ulama.

Para A’immah dan para ulama yang telah diketahui perjuangannya terhadap sunnah, kecintaannya kepada sunnah, terkadang mereka tergelincir dalam kesalahan.

Jangan kamu terhalang darinya, karena kalau dia itu Ahlussunnah, maka akan kembali kepada kebenaran, ruju’ ketika diingatkan dan dinasehati. Oleh karena itu, jangan kamu terhalangi untuk tetap mengambil ilmu darinya. Kalau tidak demikian, maka tidak akan ada orang yang tersisa di dunia ini. Siapa orang yang sempurna selain Rosulullah sholallohu ‘alaihi wasallam???

Kalian belajar pada fulan, “ah…Fulan begini dan begitu,” Kemudian kalian tinggalkan Fulan, lalu belajar pada Fulan lain, “ah…Fulan sempat ucapkan begini dan begitu..” Dan begitulah, siapakah manusia yang sempurna ???

Ambil apa yang bisa kamu manfaatkan dari ilmunya selama dia itu Ahlussunnah, selama dia diatas manhaj, di atas aqidah yang haq. Ini merupakan ajaran manhaj Ahlussunnah.

Jangan hanya karena kekeliruan atau kesesatan yang keluar dari lisannya membuat seseorang meninggalkannya, bahkan dijauhi, dibenci, dimusuhi.

Mana didikan Sunnah pada kita ? Batasan apa kemudian seseorang itu sampai di baro’, sehingga ada kebencian dan permusuhan ?

Telah diajarkan dalam Sunnah, terima kebenaran itu ketika kamu dengar darinya. Apa yang menjadi kesalahannya yang keluar dari lisannya, maka buang, tolak, nasihati, bimbing. Karena seperti kata Mu’adz, “kebenaran itu ada cahayanya.” Kebenaran itu sesuatu yang gamblang, yang jelas dan hati itu enak menerimanya.

Hal ini berbeda dengan kebatilan, sesuatu yang tidak enak didengar, hati pun ragu menerimanya. Ini diingatkan oleh Mu’adz untuk menguatkan bahwa agama ini hanya datang dari Alloh ‘azza wa jalla, yang datang dari Rosulullah sholalohu ‘alaihi wasallam, dan yang dipahami para shahabatnya.

Sehingga ketika datang kesalahan dari seorang ‘Alim, seperti kata Mu’adz, “jangan diikuti”, walaupun bukan berarti dengan itu dia dibaro’/dimusuhi.

Sebaliknya, seorang Munafik, dia bisa berkata benar/Al-Haq. Oleh karena itu, banyak yang berkata, “Apanya yang salah ? Saya dengar ceramahnya masyaAlloh, dan yang dikaji juga sama buku-bukunya.”

Tetapi ingat, itu adalah perangkap baginya. Untuk menggiring orang kepada kesesatan yang terselubung. Ini adalah timbangan dan nasehat dari Mu’adz bin Jabal rodhiyallohu ‘anhu.

-ditranskrip dari Kajian Kitab Fathul Majid Bab 22 hal.326 yang dibahas oleh Al-Ustadz Usamah Mahri- diposting ulang oleh http://thuwalibah.blogspot.com/

0 komentar:

Posting Komentar

Blogroll

About Me

Foto Saya
Thuwalibah
Hanya seorang akhwat faqiir, yang membutuhkan banyak Ilmu, membutuhkan banyak Nasihat, membutuhkan banyak Bimbingan, dan membutuhkan banyak Belajar.. Hanya seorang muslimah yang berharap ampunan dari Robb-Nya, berharap ridha-Nya, berharap cinta-Nya, dan berharap selalu mendapat petunjuk-Nya. Seorang muslimah yang memohon pada Rabbul Izzati, "Wahai Dzat yang membolak-balikan hati, tetapkanlah hatiku diatas agama-Mu" Melalui blog ini, seorang muslimah mencoba berbagi dengan harapan dapat sedikit ikut membantu menyebarkan Dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Lihat profil lengkapku

Followers

Blog Archive

Widget-1 title


ShoutMix chat widget

Widget-3 title

Asy-Syaikh Al Fauzan hafizhahullooh ketika menjawab pertanyaan, apakah ada perbedaan antara aqidah & manhaj? Manhaj lebih penting daripada aqidah, karena manhaj mencakup aqidah, perilaku, akhlaq, muammalah dan semua sisi kehidupan seorang muslim. Setiap saat yang seorang muslim berjalan di atasnya dinamakan manhaj. Ada pun aqidah maka yg dimaksud adalah dasar iman, makna syahadatain dan semua konsekwensinya, ini lah yg dimaksud dengan aqidah. (Al Ajwibah Al Mufidah hal. 123)

Recent Posts